"Rasanya waktu pake toga itu, kaya lagi di surga dunia itu nah..." | Kebayang banget rasanya itu, Del... Saya juga pengen. Harus!
Saya juga pernah ngerasain pakai toga, walau cuma di depan cermin, dan hanya beberapa menit saja. Waktu itu, saya nampak keren banget. Terbayang foto pakai toga nanti ditaruh di dalam pigura dan ditempatkan di atas foto lulusan SMP saya yang berkebaya dan konde besar itu. Ya, foto lulusan SMP. Yang SMA? Saya sama sekali nggak ingat kapan tepatnya saya lulus SMA, serta bagaimana proses penerimaan ijasah yang diserahkan oleh kepala sekolah SMUN 8 Malang di atas panggung di dalam gedung yang saya juga lupa namanya itu. Waktu itu, semua teman hadir bersama ayah atau ibunya. Sementara saya, dengan kebaya dan konde itu, datang sendirian, naik ojek. Mungkin itu sebabnya kenapa seolah-olah momen yang, bagi kebanyakan siswa sangat berharga itu, jadi skip dalam hidup saya.
Begitu pula dengan momen pakai toga di dalam sebuah ruangan di Hotel Gajah Mada Graha pada bulan-bulan akhir di tahun 2003. Saya benar-benar ingin ingatan tentang momen tersebut masuk recycle bin dalam memori otak saya, dan sesudahnya recycle bin itu dibuat jadi empty. Saya benar-benar semakin membenci cerita perjalanan hidup, saya saat cita-cita untuk pakai toga itu dikandaskan oleh materi. Benar-benar pedih rasanya, sementara kawan kampus saya yang berasal dari daerah, menumpang tidur di rumah saya pada malam sebelum acara wisuda. Pagi subuh saya mengantar dia sampai depan gang, dan dia pergi ke salon untuk merias diri secantik mungkin agar momen pakai toga-nya semakin sempurna. Sementara saya, berjalan kaki kembali ke rumah, mengurung diri dalam kamar, dan menangis sejadi-jadinya.
Saya juga pernah ngerasain pakai toga, walau cuma di depan cermin, dan hanya beberapa menit saja. Waktu itu, saya nampak keren banget. Terbayang foto pakai toga nanti ditaruh di dalam pigura dan ditempatkan di atas foto lulusan SMP saya yang berkebaya dan konde besar itu. Ya, foto lulusan SMP. Yang SMA? Saya sama sekali nggak ingat kapan tepatnya saya lulus SMA, serta bagaimana proses penerimaan ijasah yang diserahkan oleh kepala sekolah SMUN 8 Malang di atas panggung di dalam gedung yang saya juga lupa namanya itu. Waktu itu, semua teman hadir bersama ayah atau ibunya. Sementara saya, dengan kebaya dan konde itu, datang sendirian, naik ojek. Mungkin itu sebabnya kenapa seolah-olah momen yang, bagi kebanyakan siswa sangat berharga itu, jadi skip dalam hidup saya.
Begitu pula dengan momen pakai toga di dalam sebuah ruangan di Hotel Gajah Mada Graha pada bulan-bulan akhir di tahun 2003. Saya benar-benar ingin ingatan tentang momen tersebut masuk recycle bin dalam memori otak saya, dan sesudahnya recycle bin itu dibuat jadi empty. Saya benar-benar semakin membenci cerita perjalanan hidup, saya saat cita-cita untuk pakai toga itu dikandaskan oleh materi. Benar-benar pedih rasanya, sementara kawan kampus saya yang berasal dari daerah, menumpang tidur di rumah saya pada malam sebelum acara wisuda. Pagi subuh saya mengantar dia sampai depan gang, dan dia pergi ke salon untuk merias diri secantik mungkin agar momen pakai toga-nya semakin sempurna. Sementara saya, berjalan kaki kembali ke rumah, mengurung diri dalam kamar, dan menangis sejadi-jadinya.
Dear Mama, maaf kalau kakak sempat marah karena mama nggak mau meminjamkan sedikit dari uang mama untuk melunasi administrasi sebagai syarat mengukuti ujuan akhir semester kakak. Kakak nggak dendam, hanya nggak bisa lupa, nggak akan bisa lupa. Tapi kakak tetap sayang mama, walau mama nggak pernah ada di dekat kakak hingga 27 tahun ini.
Dear Adelina Dina, selamat ya sudah sukses pakai toga! Doakan saya segera bisa menyusul ;)
Komentar