Langsung ke konten utama

365 Hari Bersama Superteam Knightwriters

Rasanya seperti baru kemarin saya duduk di hadapan Mbak Rita dengan setelan baju kantor yang super formal. Rasanya seperti baru kemarin juga Mbak Rita telepon malam-malam dan meminta saya masuk kerja keesokan harinya.

Hari ini, setahun sudah saya menginjakkan kaki untuk yang pertama kalinya di kantor KLC. Hari ini, setahun sudah saya menghidupi dan menghidupkan hidup di sini. Sebagian besar waktu dan pikiran saya adalah KLC.

Syukur yang tak berkesudahan, masih sama seperti syukur yang sempat saya torehkan di dinding kamar saya, setahun yang lalu. "Terima kasih Tuhan, saya bekerja di KLC!"

Pada kesempatan ini, rasa terima kasih saya yang tak terhingga, pertama saya tujukan pada Fajar McXoem dan Mbak Aik Nengbiker. Kalau bukan karena mereka berdua, mungkin saya tidak duduk di kursi ruang editor yang sangat nyaman itu.

Kemudian baru pada Mbak Rita yang sudah memutuskan untuk menerima saya dalam tim-nya. Senang rasanya punya tim yang sangat solid dan selalu berusaha bekerja dengan baik. Tim yang jadi alasan mengapa saya selalu semangat. Tim yang secara sadar atau tidak, terbentuk sedemikian hebat karena seorang leader seperti Mbak Rita.

Yang selanjutnya, terima kasih saya yang sangat besar adalah pada Mbak Boo. Kalau bukan karena dia, saya nggak akan jadi editor tahan banting seperti sekarang. Marahnya setiap hari, hampir selama 6 bulan pertama saya di KLC, secara tak langsung juga ikut membentuk mental saya jadi kuat. Saya bersyukur sempat ditempa olehnya.

Mae, yang selalu sabar mendengar keluhan saya, baik urusan pribadi ataupun kerjaan. Terima kasih saya, karena dia sudah menjadi penyeimbang di saat saya putus asa diomelin karena pekerjaan yang sering nggak beres. Mae selalu menguatkan saya dan secara otomatis menumbuhkan kesabaran saya.

Lalu Riris. Mengapa Riris? Karena dia tumbuh bersama-sama saya, menikmati pahit manis yang sama. Kami saling mendukung dan selalu mengingatkan untuk kuat. Tak lupa juga teman-teman editor yang lain, yang sudah bekerjasama dengan baik dalam superteam knightwriters selama saya di sini setahun.

Saya nggak bisa sebut satu per satu nama teman-teman lain yang satu atap di KLC, tapi saya juga ucapkan terima kasih banyak untuk kebersamaan kita selama ini. Dari itu semua, saya berharap bisa sukses bersama-sama kalian lewat kantor ini. Semangat! Dan, happy weekend ;)

Komentar

nengbiker mengatakan…
kukira kamu akan menyerah di trimester pertama :))
*peluk2*
Anonymous mengatakan…
Haha.. lebih mantep kena didikannya PW, tapi sayang sudah resign :)
bazz mengatakan…
padahal dulu aku ingin drop kamu, karena suka galau, banyak alasan, cengeng, dan mood on/off *duh, jujure tahlah aku iki =))*

ternyata skrg kau jadi editor idolaku. love u na!
Dewi Ratna mengatakan…
Tlima'acih kakaik :*
Dewi Ratna mengatakan…
Who is PW?
Dewi Ratna mengatakan…
Love u tooo mommy Bazz :*
bazz mengatakan…
PW itu pak wahyu, mantan GMnya IT SMS. tenar dengan didikannya yg macam militer zaman PD II. pake acara gebrak2 meja dan pc =))

Postingan populer dari blog ini

Wahai Employee! Jangan Resah Akan Tambahan Jobdesc dan Gaji yang Segitu-Gitu Melulu

Pinterest/mshouser.com Pernah ada masanya, saya benar-benar tak suka dengan ide 'Employee of The Month', 'The Best Employee', atau apalah itu namanya. Sebagai poseur, saya pun mengonsumsi (mentah-mentah) literasi kiri dan perlawanan. Dari yang pernah saya baca, ada yang mengatakan bahwa saat seseorang menjadi karyawan terbaik di tempat kerjanya, maka dinobatkanlah pula dia sebagai orang yang paling 'babu' dan gampang disetirnya. Saya pernah mengamini itu, dan merasa miris, kasihan, jika ada teman yang dapat penghargaan semacam yang saya sebut di atas. Pernah ada masanya, saya ikut menyuarakan keresahan hati para employee lewat banyak media, termasuk media sosial yang pastinya bisa dibaca khalayak ramai. Soal kerjaan yang makin ditambah, tapi gaji segitu-gitu saja. Soal boss yang seenaknya perintah sana-sini, sedangkan dia (kelihatannya) jalan-jalan melulu. Soal buruknya management perusahaan yang (rasanya) merugikan pekerja level staff lapis bawah. S

Ada yang Harus Dikorbankan dalam Tiap Pilihan, Goodbye (Again) KapanLagi Youniverse

Memutuskan untuk resign di tengah semangat yang masih super membara untuk bekerja, rasanya sedih. Sangat sedih. Namun kesedihan itu setara besarnya dengan keinginan untuk bisa punya anak. Dan kegalauan yang berkecamuk di dada ini sungguh bikin sesak, meski keputusan sudah diambil. Ya, jika ingin proses kehamilan ini atau yang selanjutnya nanti lancar, saya diwajibkan untuk bedrest. Totally bedrest. Tak ada tawar-menawar untuk hal ini. Pilihannya hanya dua: tetap bekerja dan akan terulang lagi kehilangan-kehilangan lain, atau fokus mempersiapkan diri untuk punya anak. Bukan tanpa alasan saya masih punya keinginan untuk bisa bekerja seperti biasa. Saya adalah tulang punggung keluarga bapak dan nenek. Satu-satunya yang bisa berdiri paling tegak saat harus menopang apapun di rumah. Saya juga masih ingin bisa membantu sekolah adik sampai kelar. Namun... Mama mertua saya bilang, materi bisa dicari dengan berbagai cara selain harus ngantor setiap hari. Akan ada nanti rezeki da

Bukan Quarter Life Crisis, Drama Saya Justru Dimulai di 30

Bicara soal quarter life crisis, mungkin saya termasuk dalam barisan orang-orang yang tak sempat mengalaminya. Saya pertama kali bekerja saat usia menginjak 19 tahun. Gaji 300 ribu di tahun 2003 sudah bisa mencukupi biaya kos, katering harian, dan kirim uang untuk belanja bulanan di rumah nenek. Yap! Titik balik hidup saya berada di masa remaja yang seharusnya masa paling indah. Kakek meninggal setahun pasca pensiun, sehingga kebutuhan kami selama beberapa tahun bergantung pada tabungan sisa penjualan rumah besar yang sudah dibelikan rumah kecil. Usia 25 bukan lagi berisi kegalauan kapan lulus kuliah, karena saya menyelesaikan D2 setengah tahun lebih cepat dari mahasiswa lainnya. Usia 25 juga bukan momen di mana keluarga resah bertanya kapan saya akan menikah, karena di tahun itu saya sudah punya bocah kecil berusia 3 tahun. Usia 25 sudah jadi waktu-waktu yang biasa saja bagi saya. Pagi mengejar matahari untuk bikin film sablonan, siang menata papan-papan dan menempelkan kaos di atasny