Langsung ke konten utama

Mendarat di Sini, Mendoakan Kapal dan Para Awak yang Masih Ikut Berlabuh

Ceritanya lagi bebersih email, dan lalu menemukan thread salam perpisahan setahun lalu. Wondering kok bisa aja nulis sepanjang dan sedrama ini. Tapi ya, ini adalah jujur dari hati yang paling dalam... Lalu mikir, untuk diabadikan saja di blog, sebagai bagian dari perjalanan hidup.

Masih ngerasa seperti baru kemarin saya duduk di ruang tamu kantor blok A, pakai setelan baju kerja super rapi, dan deg-degan layaknya pelamar kerja amatir -meski saya sudah sering ngelamar kerja sebelumnya. Ternyata itu sudah empat tahun yang lalu, sampe akhirnya 7 Juli 2011, Mbak Rita ngasih saya kesempatan buat mengais rezeki di KapanLagi.com®.

Tahun pertama saya cukup berat. Saya ditempa cukup keras, dan bahkan beberapa orang meragukan apa saya bakal bertahan sampai trimester pertama. Well, 'pantang menyerah' adalah nama tengah saya, dan keyakinan adalah poin utama untuk tetap bertahan dalam kondisi seperti apapun. Begitulah, saya tetap berdiri tegak di jajaran The Super Knightwriter sampai hari ini.

Kemudian semua berjalan lancar sejak tahun kedua. Setelah berbagai peringatan keras dan dihajar tanpa ampun, diberi deadline untuk memperbaiki diri dan kinerja selama setahun, akhirnya saya dipercaya untuk memegang tanggung jawab yang lebih besar. Jadi leader bukanlah ambisi, karena cita-cita saya sederhana: bisa menulis di KapanLagi.com.

Begitu banyak pelajaran yang saya dapat dari KapanLagi.com. Bukan hanya tentang bagaimana menulis yang baik, tapi juga bagaimana meng-handle diri kita saat dihadapkan pada orang-orang dengan berbagai karakter. Belajar menjadi dewasa, mengurangi keluhan, mengontrol emosi, bersikap diplomatis, dan masih banyak lagi ilmu yang saya serap di sini.

Berat rasanya harus bikin tulisan ini... (*mulai mbrebes mili). Setelah empat tahun menerima banyak hal dari KapanLagi.com, berbagi banyak hal pula dengan orang-orang yang ada di dalamnya, hari ini saya harus pamit undur diri, ninggalin zona nyaman ini. Bukan karena saya sudah nggak cinta, tapi sepertinya memang harus seperti ini jalannya.

Then... It's time to say goodbye and thank you for...

Pertama banget, Mbak Aik. Thanks udah kasih info lowongan di KapanLagi.com empat tahun lalu. Kamu tau banget, aku pengen jadi bagian dari website itu sejak 2005, waktu aku masih suka-sukanya ngeblog, ngintipin artikel tentang cinta atau tips-tips menarik di KL untuk di-rewrite ke blog-ku, dan nge-grab kartu ucapan yang lucu-lucu.

Pak Steve, yang selalu bisa bikin temen-temen semangat dengan masukan-masukannya. Kita emang nggak sering ketemu, tapi saya kagum sama semangat bapak dan perjalanan KL menuju seperti sekarang ini. Makasih, Pak... Perusahaan Pak Steve inilah yang bikin saya jadi sepinter dan setangguh sekarang ini. Di sini saya sekolah gratis, dibayar pula. Hehehe :p

Mbak Rita, yang udah kasih kesempatan aku belajar dan berkembang di sini. Suwun buat semua ilmunya selama ini, mam. Suwun buat peringatan keras yang pernah dikasih ke aku, juga buat semua rewards atas pencapaianku. Maaf kalau belum maksimal dan udah kudu angkat kaki. Semoga akan ada lagi sosok sekeren aku nantinya. Hahahah. Pede yo aku... :D

Mbak Boo, pande besiku. Makasih buat capslock, huge and red font, juga highlight di email, yang bikin aku kadang sebel, tapi pada akhirnya nyadar kalo itu caramu bikin aku jadi bermental baja seperti sekarang ini. Kalau ditanya, siapa yang punya pengaruh paling besar ngubah sifat kekanakanku di sini, kamulah orangnya. Sorry, i have to go.. :(

Mae... Kamu yang paling megelno di antara dua gadis di atasmu ini, tapi aku suayaaaaang banget sama kamu (*mbrebes mili lagi). Makasih ya buat waktunya untuk dengerin curhatanku, baik itu yang penting maupun yang super nggak penting. Makasih sudah selalu menguatkan untuk aku tetep berdiri tegak di antara badai kerjaan yang kadang tiba-tiba kenceng.

Mas Adhib... (ini pasti para knightwriters pada auto-ciye deh... hahaha). Makasih udah jadi sahabat selama 12 tahun ini. Makasih ya udah ditemenin dan dikuatkan terus selama di KL. Maaf kalau sempat bikin kecewa, dalam urusan kerjaan pun. Gimanapun, kita tetep sahabat ya. Kamu udah janji ;)

Mas Boni... Hehehe... (ini sebagian ngutip dari blog dua taun lalu). Terima kasih untuk selalu jadi tempat curhat yang nggak memanjakan, dan justru menguatkan. Terima kasih untuk selalu mendengar keluh kesahku yang kadang juga nggak penting. Terima kasih sudah jadi super bestfriend yang nggak pernah palsu, dan suka marah-marah kalo aku bego :*

Next, Arai Amelya, GADIS 10 JUTA PAGEVIEW! Baek-baek di sini ya anak nakal. Jaga nama baik class of 2011. Tinggal kamu yang tersisa. Hahaha... Thanks untuk selalu jujur saat kamu nggak suka sama caraku nge-lead. Kudu selalu gitu ya, meski sama Kadhib atau yang lainnya nanti... Jangan sampai jadi back-stabber. Itu aja pesenku. You know I love you :*

Mas Fajar, Eka, Fendi... Thanks udah jadi partner kerja yang gila bareng, sedih bareng, seneng bareng, mangkel bareng, selama empat tahunku. Lila.. Baek-baek di sini ya nduk. Titip FP dan twitter, bikin KL makin gede lagi dengan caramu! Tetep seringlah piknik, biar nggak jadi orang yang membosankan. Hahaha...



Jajaran the super knightwriters kesayanganku, Adis, Ule, Soraya, Guntur, Chunchun, Nadia, Tita, Mas Erick, Natan, Abel, Helmi, Pipit, Otong, Ferry, Meriska, Kiky, Lusi, Atikah. Thanks sudah jadi tim yang keren. Tetap semangat meski angka itu makin naik tiap bulannya. Kalian pasti bisa! Jangan drama, bantu Kadhib dengan senang hati yah... I love you all! :*

Kakak-kakak reporter dan fotografer nun jauh di sana... Pak Bems, thanks buat foto-fotonya yang selalu spektakuler. Om Busan, masih inget pertama kali kau di KL, jadi tandemku ngeliput Eksanti, aku kagum sama pria gondrong yang pamit salat pas Maghrib, dan nelpon anaknya pas kelar liputan yang kemaleman itu. Mamat, thanks udah jadi temen ngaco pas di Tebet.

Abbas, Kak Dedi, Amy, Hendra, Sahal, Rahma, Fikri, Jae, Maryam, Wulan, Shofa, Uwie, Bang Anto, Awhiek, Pak dan Bu Teguh dan semua tim di Tebet yang nggak kesebut namanya, thanks udah selalu menyambut dan menjamu dengan baik tiap kali aku nginep di sana. Tetep jadi keluarga yang bahagia yah. Thanks buat kerjasamanya juga selama ini.

Makasih juga buat semua tim yang sudah mendukung kelancaran produksi tim editor selama ini. Winda dan socmednya, Afiq dan desainernya, programmer, produk, NOC, brand, Mas Eko dan CS-nya, thanks banyak. Tim di kanal lain, Mbak Eva dan Vemale, Rendy dan Merdeka, Mamat dan Bola, juga tim Muvila, Sooperboy, Fimela, Brilio, dan semuanya. Semoga tetep heitz! ;)

Geng smooking area, Lek Tito, Pak Ichul, Agnes, Ronny, Charis, Irma, Yoga, Zizi, Fani, Nat, Pak Jef, Pak Ivan, Pak Reyno, Ko Win, Yoel, Pak Udin, Pak Wid, Kong Mada, Pak Haries, Pak Agus Salim, Pak Agus Pur, Pak Yan, dan semua di blok A. Juga Gading, Krisna Tampan, Maknyik, Ivana, Obing, Wilda, Mas Fatchur, Pak Nanda, Abe, Rudi, Pak Anton, Mas Rizal, Mbak Selvi, Mbak Sofi, Mbak Tanti, Bu Jeanny, Alfin, Kanya, dan masih banyak lagi di blok C sana. Buat yang di Jakarta, Kania, Margie, Angga, Rizka, Fauzie, dan semua di sana, yang kenal ataupun enggak. Maaf kalau nggak kesebut semua. Thanks banyak yah gaes.

Last but not least, Pak Sapto, Pak Didik, dan Mas Titis. Makasih sudah pernah berbagi kisah sukses dan membimbing kami jadi jurnalis yang 'tau aturan'. Semoga masih bisa belajar banyak dari bapak-bapak sekalian. Juga Mas Anwar yang sempat direpotin nganter jalan-jalan dan nraktir kita pas studi banding 'siswa' Malang ke Jakarta. Hahaha...

Oh iya, masih ada... Tim basket KLN, saya bakal tetep ikut eksis tiap hari Senin loh ya... Juga buat para sosialita Arisan Jeng Echa, nantikan kedatangan saya tiap bulannya ^^

Wedew... Panjang juga ternyata. Maaf maaf. Makasih buat yang udah ngeluangin waktu baca tulisan ini sampe kelar.

Sukses terus ya KLN! Teruslah berlabuh...








The only way to do great work is to love what you do.
~ Steve Jobs

Komentar

Winda Carmelita mengatakan…
This is not the end, but the new beginning. Eh aku masih di socmed ya itu hahahha

Postingan populer dari blog ini

Wahai Employee! Jangan Resah Akan Tambahan Jobdesc dan Gaji yang Segitu-Gitu Melulu

Pinterest/mshouser.com Pernah ada masanya, saya benar-benar tak suka dengan ide 'Employee of The Month', 'The Best Employee', atau apalah itu namanya. Sebagai poseur, saya pun mengonsumsi (mentah-mentah) literasi kiri dan perlawanan. Dari yang pernah saya baca, ada yang mengatakan bahwa saat seseorang menjadi karyawan terbaik di tempat kerjanya, maka dinobatkanlah pula dia sebagai orang yang paling 'babu' dan gampang disetirnya. Saya pernah mengamini itu, dan merasa miris, kasihan, jika ada teman yang dapat penghargaan semacam yang saya sebut di atas. Pernah ada masanya, saya ikut menyuarakan keresahan hati para employee lewat banyak media, termasuk media sosial yang pastinya bisa dibaca khalayak ramai. Soal kerjaan yang makin ditambah, tapi gaji segitu-gitu saja. Soal boss yang seenaknya perintah sana-sini, sedangkan dia (kelihatannya) jalan-jalan melulu. Soal buruknya management perusahaan yang (rasanya) merugikan pekerja level staff lapis bawah. S

Ada yang Harus Dikorbankan dalam Tiap Pilihan, Goodbye (Again) KapanLagi Youniverse

Memutuskan untuk resign di tengah semangat yang masih super membara untuk bekerja, rasanya sedih. Sangat sedih. Namun kesedihan itu setara besarnya dengan keinginan untuk bisa punya anak. Dan kegalauan yang berkecamuk di dada ini sungguh bikin sesak, meski keputusan sudah diambil. Ya, jika ingin proses kehamilan ini atau yang selanjutnya nanti lancar, saya diwajibkan untuk bedrest. Totally bedrest. Tak ada tawar-menawar untuk hal ini. Pilihannya hanya dua: tetap bekerja dan akan terulang lagi kehilangan-kehilangan lain, atau fokus mempersiapkan diri untuk punya anak. Bukan tanpa alasan saya masih punya keinginan untuk bisa bekerja seperti biasa. Saya adalah tulang punggung keluarga bapak dan nenek. Satu-satunya yang bisa berdiri paling tegak saat harus menopang apapun di rumah. Saya juga masih ingin bisa membantu sekolah adik sampai kelar. Namun... Mama mertua saya bilang, materi bisa dicari dengan berbagai cara selain harus ngantor setiap hari. Akan ada nanti rezeki da

Bukan Quarter Life Crisis, Drama Saya Justru Dimulai di 30

Bicara soal quarter life crisis, mungkin saya termasuk dalam barisan orang-orang yang tak sempat mengalaminya. Saya pertama kali bekerja saat usia menginjak 19 tahun. Gaji 300 ribu di tahun 2003 sudah bisa mencukupi biaya kos, katering harian, dan kirim uang untuk belanja bulanan di rumah nenek. Yap! Titik balik hidup saya berada di masa remaja yang seharusnya masa paling indah. Kakek meninggal setahun pasca pensiun, sehingga kebutuhan kami selama beberapa tahun bergantung pada tabungan sisa penjualan rumah besar yang sudah dibelikan rumah kecil. Usia 25 bukan lagi berisi kegalauan kapan lulus kuliah, karena saya menyelesaikan D2 setengah tahun lebih cepat dari mahasiswa lainnya. Usia 25 juga bukan momen di mana keluarga resah bertanya kapan saya akan menikah, karena di tahun itu saya sudah punya bocah kecil berusia 3 tahun. Usia 25 sudah jadi waktu-waktu yang biasa saja bagi saya. Pagi mengejar matahari untuk bikin film sablonan, siang menata papan-papan dan menempelkan kaos di atasny