Langsung ke konten utama

Romansa Masa Lalu dan Rencana Untuk Mikado

Hari ketiga di tahun 2017. Pagi-pagi Pak Djarot sudah sibuk di dapur. Saya masih leleyehan di tempat tidur, meski sudah buka mata sejak tujuh pagi. Tercium aroma tempe goreng yang bikin tubuh reflek bangkit melipat selimut. Membuka jendela kamar, kali ini saya tak langsung menyalakan dupa, meski sempat menekan tombol power di laptop. Sementara proses masuk Windows, saya keluar kamar dan bergegas menuju arah bau gurih itu.

Tiba-tiba ayah saya itu nyeletuk, "Bikin sambel ageh (cepat, dalam bahasa Jawa)." Dan saya sempat melongo, karena biasanya saya justru yang minta dibuatkan sambal racikan beliau. Namun bergegas saya raih cobek dan ulegan, lalu segera memasukkan bahan sambal terasi ke dalamnya. Bikin sambal memang bagian dari masak-memasak yang paling mudah, tapi entah kenapa saya tak pernah bisa bikin sambel senikmat bikinan Pak Djarot.

Bahan terakhir dimasukkan, setelah yang lain sudah saya lumat halus: tomat. Sempat bertanya pada ayah saya, apa tomatnya mau dihaluskan.  Sebelum selesai kalimat saya itu, beliau sudah nyeletuk lagi, "Ya iya duhaluskan. Kalo wungkul (utuh, dalam bahasa Jawa) namanya es buah." Seketika tawa saya lepas. Beliau selalu begitu, berusaha membuat saya tersenyum dengan jokes recehnya. Dan pagi ini kami bersenang-senang berdua di dapur.

Selesai masak dan bikin sambal, seperti biasa, kami duduk makan bersama dalam satu meja. "Hmmm enak. Kalau kamu bikin sambel rasanya kaya gini, bojomu (suamimu, dalam bahasa Jawa) bisa kerasan makan di rumah," Pak Djarot nyeletuk lagi. Saya hanya tersenyum, sambil berpikir, kenapa belakangan ini beliau jadi lebih usil membahas urusan hubungan percintaan. Seperti yang saya ceritakan kemarin, terkadang saya tertekan di situasi seperti itu.

Kelar makan, kami kembali larut dalam kesibukan masing-masing. Pak Djarot menyelesaikan proyek perkayuannya di rumah tetangga, dan saya balik ke depan laptop, menunggu sore sambil browsing dan blogwalking, menunggu juga kabar dari Kak Sophie Razak yang jauh-jauh dari Balikpapan datang ke Malang. Sudah sekitar delapan tahun kami tak jumpa, dan hari ini kami janji ketemu di kedai Engga dan Nanda, Mikado, sekalian saya memang ada perlu dengan mereka berdua.

Obrolan dengan Kak Sophie kelar selepas Maghrib. Hanya satu jam kami bertemu, cukup untuk sekedar tahu bahwa masing-masing dalam keadaan baik saja. Setelahnya, saya langsung larut dalam diskusi panjang dengan Engga dan Nanda soal bagaimana event sosialisasi Mikado harus digelar. Diselingi tawa, dibumbui sedikit rasan-rasan, lumayan banyak juga yang akhirnya kami putuskan malam ini. Bismillah, semoga semua berjalan lancar sampai harinya nanti.

Sebagai penutup, seorang teman lama, cukup lama, juga tiba-tiba jalin kontak lagi. Yang satu ini cowok, Hargo Dananjaya. Kami cukup dekat semasa SMA. Dia sosok yang sangat kakak kala itu. Kami lalu menunggu kantuk sambil chit-chat lewat LINE. Well, sejak hari pertama di 2017, banyak sekali nama-nama lama yang muncul secara random dan akhirnya berlanjut dengan obrolan pelepas rindu, termasuk Sinta Ridwan. Semua ini kembali menyadarkan saya bahwa ini sudah belasan tahun berlalu, dan mengingatkan saya kalau tahun ini angka saya bakal 33. Harus ada yang berubah lebih baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ada yang Harus Dikorbankan dalam Tiap Pilihan, Goodbye (Again) KapanLagi Youniverse

Memutuskan untuk resign di tengah semangat yang masih super membara untuk bekerja, rasanya sedih. Sangat sedih. Namun kesedihan itu setara besarnya dengan keinginan untuk bisa punya anak. Dan kegalauan yang berkecamuk di dada ini sungguh bikin sesak, meski keputusan sudah diambil. Ya, jika ingin proses kehamilan ini atau yang selanjutnya nanti lancar, saya diwajibkan untuk bedrest. Totally bedrest. Tak ada tawar-menawar untuk hal ini. Pilihannya hanya dua: tetap bekerja dan akan terulang lagi kehilangan-kehilangan lain, atau fokus mempersiapkan diri untuk punya anak. Bukan tanpa alasan saya masih punya keinginan untuk bisa bekerja seperti biasa. Saya adalah tulang punggung keluarga bapak dan nenek. Satu-satunya yang bisa berdiri paling tegak saat harus menopang apapun di rumah. Saya juga masih ingin bisa membantu sekolah adik sampai kelar. Namun... Mama mertua saya bilang, materi bisa dicari dengan berbagai cara selain harus ngantor setiap hari. Akan ada nanti rezeki da...

Welcome 2018, I'm Ready To Rock and Roll

Benar adanya, orang kalau lagi bahagia itu lebih susah menuangkannya dalam bentuk apapun, termasuk rangkaian kata. Setelah diberi 2016 penuh tawa dari gunung ke lautan bareng teman-teman yang menyenangkan, 2017 ini masih juga diliputi gembira meski jarang beranjak dari tempat duduk, di rumah maupun di kantor. 2017 spektakuler! Sama spektakulernya seperti 2016. Thank God, semua luka di tahun-tahun sebelumnya sudah mengering, dan sembuh walau bekasnya tak akan pernah bisa hilang. Tuhan begitu baik, menggantikan segala kecewa dengan begitu banyak berkah yang tiada henti-hentinya. Setelah di tahun 2016 dipertemukan dengan dia, dikenalkan lebih dekat, diuji ketahanan dan kesabaran, 2017 ini kami dipersatukan. Sujud syukur, karena menikah dengan Mas Gigih adalah salah satu keinginan yang saya tulis di awal tahun kemarin . Tanpa ekspektasi, hanya menyerahkan semua pada-Nya. Hanya mempercayakan segala mimpi-mimpi yang saya usahakan akan aman dan terkendali di tangan-Nya. Bicara soal 2...

365 Hari Bersama Superteam Knightwriters

Rasanya seperti baru kemarin saya duduk di hadapan Mbak Rita dengan setelan baju kantor yang super formal. Rasanya seperti baru kemarin juga Mbak Rita telepon malam-malam dan meminta saya masuk kerja keesokan harinya. Hari ini, setahun sudah saya menginjakkan kaki untuk yang pertama kalinya di kantor KLC. Hari ini, setahun sudah saya menghidupi dan menghidupkan hidup di sini. Sebagian besar waktu dan pikiran saya adalah KLC. Syukur yang tak berkesudahan, masih sama seperti syukur yang sempat saya torehkan di dinding kamar saya, setahun yang lalu. "Terima kasih Tuhan, saya bekerja di KLC!" Pada kesempatan ini, rasa terima kasih saya yang tak terhingga, pertama saya tujukan pada Fajar McXoem dan Mbak Aik Nengbiker. Kalau bukan karena mereka berdua, mungkin saya tidak duduk di kursi ruang editor yang sangat nyaman itu. Kemudian baru pada Mbak Rita yang sudah memutuskan untuk menerima saya dalam tim-nya. Senang rasanya punya tim yang sangat solid dan selalu berusaha bekerja denga...